GOLKAR Media

Senin, 02 Maret 2009

TENTANG HAKIKAT PARTAI-PARTAI DI INDONESIA dan komplemen antara unsur LPP dengan BAPPILU 2009

LATAR BELAKANG PARTAI GOLKAR
Salah satu dasar pembentukan sebuah negara adalah kehendak untuk bersatu dari rakyatnya. J.J Reausseau menyebutnya sebagai Kontrak Sosial. “Lain padang, lain belalang”. Di Indonesia, kehendak untuk bersatu telah dicanangkan oleh para pendahulu Bangsa, bermula dari 100 tahun yang lalu, ketika untuk pertama kali Boedi Oetomo (1908) dideklarasikan. Sebuah organisasi pribumi pertama yang memacu munculnya kesadaran berbangsa untuk terdidik agar dapat setara dengan Belanda; penggunaan bahasa Melayu untuk mengatasi pluralisme etnis; perlunya milisi pribumi untuk mempertahankan tanah airnya sendiri, dan perwakilan suara rakyat (Volksraad) untuk menyampaikan aspirasi rakyat di Jawa (baca= Nusantara). Disusul kemudian oleh Soempah Pemoeda (1928), yang menyatakan Satoe Noesa, Satoe Bangsa dan Satoe Bahasa, dan kemudian Proklamasi Kemerdekaan (1945).
Benang merah dari ketiga gerakan nyata tersebut merupakan perwujudan kehendak Bangsa Indonesia untuk bersatu dalam kebersamaan etis yang kemudian disepakati terwujud dalam bentuk Negara Republik dengan dasar falsafah: Pancasila, tertuang dalam UUD 1945 dengan Mukadimmahnya. Pluralisme Indonesia di simbolkan sebagai Bhinneka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa, yang artinya kurang lebih, “beraneka tapi satu itu, tidak ada dharma mendua”.
Dalam konteks kekinian, kelembagaan Boedi Oetomo sesungguhnya berfungsi sebagai partai yang beberapa anggotanya duduk sebagai anggota Volksraad, antara lain, dr Radjiman (salah satu wakil ketua), dan Bupati Kusumo Oetoyo (salah satu ketua). Mereka berjuang mati-matian menyuarakan aspirasi rakyat dan membela kepentingan rakyat. Adanya sistem perwakilan tersebut adalah berkat perjuangan tim yang berangkat ke Negeri Belanda (1916-17), yaitu M.Ng. Dwijosewojo (Boedi Oetomo), Pangeran A.Ario Koesoemodiningrat (Perhimpunan Daerah Kerajaan), R.T. Danoesoegondo (Perhimpunan Bupati), Abdoel Moeis (C.S.I) serta D. van Hinloopen (direktur Himpunan Teosofi). Sebagai pimpinan delegasi adalah mantan Gubernur Jenderal Idenburg.
Ketika kontraknya selesai (29 tahun), Boedi Oetomo melebur bersama tiga organisasi lainnya menjadi Parindra atau Partai Indonesia Raya (1935) yang dipimpin oleh dr Soetomo, salah satu pendiri dan penggagas Boedi Oetomo. PNI saat itu merupakan partai larangan.
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PARTAI-PARTAI
Fungsi partai sesungguhnya adalah mewakili kepentingan golongan-golongan dalam masyarakat. Misalnya, golongan nasionalis akan diwakili oleh partai nasionalis, golongan agama, akan diwakili oleh partai agama, dan lain sebagainya. Pada waktu ini partai masih merupakan sekumpulan manusia dengan individual vested interest masing-masing yang menggunakan partai sebagai kendaraan. Dalam situasi demikian, maka jelas bahwa partai sebagai institusi yang mewakili aspirasi masyarakatnya telah menyimpang dari maksud tujuan hakikat kepartaian.
Agar mampu mewakili masyarakatnya, maka partai perlu memiliki peluang untuk membangun dirinya sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya serta diperbolehkan merecall anggotanya yang menjadi DPR/DPRD, bila ternyata fraksinya tidak bersikap dan bertindak sebagaimana mestinya. Bila sebuah partai tidak memiliki peluang membangun diri dan hak recall, maka lembaga demikian tidak patut menyandang atribut partai.
Beberapa kelemahan partai di Indonesia:
1.Pengambilan keputusan dalam partai seringkali menyimpang dari AD/ART partai, termasuk hal-hal yang menyangkut pendanaan partai, penetapan jenjang jabatan dalam partai/personil, dan tatacara penunjukan anggota partai untuk duduk dalam jabatan pemerintahan (oligarkis).
2. Hasil keputusan tertinggi melalui kongres, rapat-rapat serta musyawarah partai seringkali tidak dilaksanakan oleh anggota partai.
3. Suara anggota sering dikalahkan oleh kekuatan modal.
4. Belum menjalankan fungsinya dengan baik sebagai penyerap aspirasi rakyat dan kaderisasi kepemimpinan
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan adanya calon independen disatu pihak dapat memacu partai untuk memperbaiki diri, tetapi di lain pihak dapat menyulitkan, sebab:
1. Dalam keadaan partai yang masih lemah seperti sekarang ini, maka kehadiran calon independen melenyapkan loyalitas orang terhadap partainya.
2. Demokrasi yang hendak dibangun adalah demokrasi melalui perwakilan partai, bukan demokrasi perorangan, yang menyalahi prinsip sila ke-4 Pancasila.
3. Partai harus diberi prioritas terlebih dahulu untuk berkembang dan menjadi kuat. Adanya calon independen berpotensi melemahkan kekuatan partai.

RUANG LINGKUP KAJIAN STRATEGIS SUB BIDANG SOSBUD BAPPILU
Semenjak 100 tahun yang lalu, dasar dari kehendak Bangsa Indonesia membangun negara adalah bersatu dalam kebersamaan etis. Dalam konteks nasional, bersatu berarti kesatuan secara geopolitik pelbagai bangsa-bangsa Nusantara yang secara geografis terletak dari Merauke (Timur) sampai Sabang (Barat). Secara kultural kesatuan pelbagai etnis tersebut mengaku berbangsa satu: Bangsa Indonesia; berbahasa persatuan: Bahasa Indonesia; dan berbendera kebangsaan satu: Sang Saka Merah Putih. Bernegara satu: Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan, kebersamaan etis, dalam konteks nasional dipahami sebagai kehidupan bersama yang menganut nilai keadilan sosial dan perikemanusiaan yang beradab. Dalam bahasa Ekonomi, kondisi tersebut dipahami dalam bentuk angka-angka yang menunjukkan kesejahteraan rakyat dalam perbandingan yang proporsional. (Artinya, jumlah elit yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari golongan rakyat bagian bawah, jangan sampai menguasai sebagian besar kekayaan, yang sesungguhnya hak rakyat banyak, seperti yang diamanatkan di dalam bentuk asli UUD 1945 pasal 33, kekayaan alam bumi Indonesia diperuntukkan bagi kemaslahatan sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia). Dalam bahasa Politik, kondisi tersebut dipahami sebagai perlakuan yang sama terhadap warga negara tanpa membedakan jenis, agama, umur dan etnis. Dalam bahasa Sosial, kondisi tersebut dipahami sebagai pemberian kesempatan dan peluang yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan jaminan kesehatan bagi semua warga tanpa kecuali.
Jika maksud dan tujuan partai adalah memperjuangkan serta menyuarakan aspirasi rakyat seperti yang dimaksudkan di atas, sudah barang tentu GOLKAR sebagai partai perlu melanjutkan kehendak para pendahulu semenjak 100 tahun lalu, mewujudkan kehidupan yang lebih baik dalam konteks dan pemahaman gaya hidup dan kondisi sekarang baik dari pendekatan ekonomi, politik maupun sosial. Hanya melalui jalan tersebut, GOLKAR dapat dikatakan partai yang berbudaya dan berperadaban. Artinya, partai yang menjalankan dharma kepartaiannya, yaitu menyuarakan kepentingan rakyat banyak.
Apa arti memenangkan PEMILU? Secara politik praksis, GOLKAR menang apabila mendapat perolehan suara terbanyak dibandingkan dengan partai lain. Secara etis? Siapa yang dibela partai? Apa yang dibela partai?
Secara organisasi, upaya pengendalian pemenangan Pemilu 2009 Partai Golkar diwakilkan kepada tim BAPPILU 2009 atau Badan Pengendalian Pemenangan Pemilu 2009 sebagai pelaksana penggalangan fungsional (selama masa kampanye sebelum hari H dan sesudah masa hari H Pemilu 2009), perlu merumuskan terlebih dahulu dengan menjawab sejujurnya pertanyaan tersebut di atas, agar pelaksanaannya tepat dan mencapai sasaran. BAPPILU menjadi pelaksana pelbagai Diklat Strategi Pemenangan Pemilu 2009 untuk para Caleg dan Jurkam. Sementara itu, LPP atau Lembaga Pemenangan Pemilu sebagai salah satu unsur dalam tubuh DPP Partai Golkar sebagai pelaksana pengalangan teritorial perlu menyiapkan kualitas mesin politik partai agar dapat berfungsi dengan baik, antara lain menyiapkan FUNGSIONARIS/KADER/JURKAM/POKKAR berkualitas.; membuat peraturan dan kode etik untuk para Caleg dan Jurkam; buku saku POKKAR dimana di dalamnya ada materi tentang Bela Negara dari sisi Sos Bud.

Jakarta, 7 Mei 2008
DR. Dri Arbaningsih SS. MPhil
Wakil Ketua II Bidang Kajian Strategis Sub-Bid Sos Bud BAPPILU 2009
(Kastrat Sub Bid Sos-Bud Bappilu 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar