GOLKAR Media

Senin, 02 Maret 2009

PENTINGNYA BURSA NEGARAWAN BAGI PARTAI GOLKAR DALAM ERA MULTI PARTAI

Dalam pidatonya pada rapat tentang Pilkada pada tanggal 8 Juli 2008 lalu, Ketua Umum Partai Golkar yang juga berkedudukan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia, menyatakan bahwa Pilkada adalah pemilihan Kepala Daerah, yang tidak identik dengan Pemilihan Legislatif dimana kontestannya adalah partai. Contoh yang dikemukakannya adalah, bahwa kemenangan Partai Golkar pada Pilkada DKI, tidak serta merta membuat partai koalisi lawan Partai Golkar kalah semua. Meskipun Partai Golkar mengalami “kekalahan” demi “kekalahan” dalam hampir semua putaran Pilkada di sebagian besar Propinsi, tidak berarti Partai Golkar, sebagai lembaga, kalah dalam keseluruhan.
Mengapa PDIP unggul dalam sebagian besar Pilkada? Kemenangan besar PDIP diperoleh dari kegiatan Ketua Umumnya, Megawati, turun ke daerah-daerah, dan memperhatikan calon-calon yang dikehendaki masyarakat Daerah. Megawati punya “bursa negarawan” Daerah favorit masyarakat setempat. Dengan sendirinya, masyarakat setempat yang ingin perubahan memilih pemimpin yang dipercayai akan membuat perubahan. PDIP menang bukan karena Megawati pribadi, tetapi Megawati berhasil mengangkat pribadi-pribadi kepercayaan masyarakat setempat. Ini menunjukkan PDIP sangat aspiratif terhadap kehendak Masyarakat.
Bagaimana dengan Partai Golkar? Sistem dan metode apa yang telah digunakan Partai Golkar di dalam memilih pasangan Pimpinan Daerah sebagai penyebab kekalahan dari satu Pilkada ke lainnya? Dikuatirkan, strategi yang digunakan Partai Golkar kurang memperhatikan dan mempertimbangkan pelbagai kekuatiran masyarakat;misalnya, bahwa calon Pilkada pilihan Pemerintah yang menaikkan BBM dan dianggap menyengsarakan masyarakat, dapat dipastikan akan berbuat yang sama, bila telah menjadi Kepala Daerah. Bila asumsi ini benar, tidak pelak lagi, Partai Golkar akan menghadapi situasi sulit. Hal ini semakin parah, bila 1) Partai Golkar enggan mengubah politik dan strategi dalam memilih “Jago”nya dalam kontes Pilkada, Pemilu Legislatif serta Capres untuk 2009-2014. 2) Partai Golkar bersikap angkuh menganggap enteng lawan dengan mengandalkan “kejayaan masa lalu”. Oleh karena itu, meskipun kenyataannya Partai Golkar kalah dalam banyak PILKADA, namun, ‘nyawa’ Partai Golkar masih dapat diselamatkan, hanya dengan modal jiwa besar, yaitu Partai Golkar dengan legowo menerima dan bersedia belajar dari kekalahannya, berintrospeksi diri dan mengambil langkah-langkah ksatria dalam manouver politiknya.
Di dalam kurun waktu yang tinggal 9 bulan sebelum hari Pemilu legislatif, partai Golkar seyogyanya melakukan beberapa langkah dasar, yaitu melakukan konsolidasi internal, menyatukan langkah dalam kebersamaan, meninggalkan sikap egoistik, dan mengutamakan Bela Negara daripada kepentingan pribadi. Dengan semangat demikian diharapkan Partai Golkar akan mampu tampil sebagai kendaraan tepercaya, yang akan menghantarkan masyarakat ke dalam dunia kekaryaan yang fungsional, yang akan membuat Bangsa Indonesia berjaya! Itulah doktrin Partai Golkar yang hendaknya merupakan motor penggerak bagi semua Kader dan Fungsionaris Partai Golkar. Jadi, bukan Partai Golkar yang Berkarya untuk Bangsa, tetapi Partai Golkar menjadi mitra tepercaya yang akan menggiring dan mendampingi masyarakat agar berkarya untuk Kejayaan Bangsa: Percaya, Berkarya, Berjaya!
Seperti yag dilakukan PDIP dalam mengumpulkan “negarawan lokal”, maka seyogyanya Partai Golkar pun melakukan yang sama, yaitu membangun Bursa Negarawan Nasional, baik dari kalangan Partai Golkar sendiri atau pun masyarakat non-partisan dari kalangan Sipil (independen) yang berkaliber nasional/tradisional, berprestasi khususnya untuk Capres, misalnya mantan Gubernur, berwawasan maritim, bersih KPK, dipercaya masyarakat dan seterusnya. Melalui tim Pencitraan Partai Golkar di Media TV, biarlah masyarakat sendiri yang menilai kualitas para Negarawan pilihan Partai Golkar tersebut melalui serangkaian pertanyaan yang diajukan kepada mereka mengenai bela negara, visi/misi mereka terhadap NKRI sebagai negara maritim dan lain sebagainya yang menyangkut Cita2 Proklamasi secara bergantian. Dengan jalan demikian, mudah-mudahan persepsi masyarakat tentang segi negatif (kalau pun masih ada) Partai Golkar akan buyar. Sebagai gantinya (diharapkan), timbul persepsi baru: kepercayaan (trust), bahwa Partai Golkar adalah mitra masyarakat, tepercaya, partai yang bela negara serta memberikan kesempatan masyarakat untuk memilih putra Bangsa yang terbaik (tentunya menurut versi Partai Golkar yang menyadari, bahwa menyelenggarakan negeri ini tidak semudah membalikkan telapak tangan). Oleh karenanya pemilihan para kandidat Bursa Negarawan tidak patut bila dilaksanakan secara gegabah dan serampangan.
Siapa bilang PILKADA identik dengan PEMILU? Arti lainnya, Kepala Negara tidak selalu harus Ketua Umum Partai. Meski PDIP menang di sejumlah PILKADA, belum tentu Ketua Umumnya menjadi Kepala negara RI, karena, Bangsa Indonesia masih bersandar kepada kualitas ketokohan Pemimpin, belum kepada Organisasinya. Siapa gak setuju?
Waktu berlalu tanpa kompromi, semoga Partai Golkar tidak menyia-nyiakan waktu selagi masih bisa berkompromi, semoga.

Jakarta, 11 Juli 2008
Wakil Ketua II Bidang KASTRAT Sub Bid SOSBUD
DR Dri Arbaningsih SS. MPhil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar