Latar Belakang
- Di abad ke-19 zaman kolonial Hindia Belanda, golongan priyayi menengah dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, ditunjuk Pemerintah Belanda untuk turut menjaga kesehatan rakyatnya sebagai Dokter Jawa. Karena kehidupan sosial yang jauh lebih menguntungkan, kalangan Bangsawan tinggi enggan melakukan kegiatan yang diperuntukkan bagi kaum Priyayi Menengah dan Bawah. Oleh karena itu, hampir tidak ada Dokter Djawa datang dari kalangan Bangsawan tinggi kecuali RM Goembrek.
- Kehidupan golongan Priyayi Menengah dan Bawah dekat dengan rakyat perdesaan yang miskin dan bernalar tradisional. Kondisi ini merupakan sebab utama ketidak mampuan rakyat perdesaan meningkatkan derajat kehidupan yang lebih layak di alam kolonial, yang standar ukurannya menggunakan sistem pendidikan Belanda (Barat). Menjadi sebuah konsekuensi logis, rakyat perdesaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur terpuruk, sekedar menjadi rakyat jelata di Hindia Belanda yang hidup dalam kenistaan dan tekanan (penindasan dan perbudakan).
- Melihat kenyataan ini, pada tanggal 20 Mei 1908, para pemuda pelajar STOVIA (Dokter Jawa atau School Tot Opleiding Voor Inlandse Artsen), menyatakan bersepakat mendeklarasikan sebuah organisasi pertama bagi bangsa Jawa dan kemudian Madura. Mereka, adalah R. Soetomo, Mas Soewarno, Mas Soeradji, Mas Mohammad Soeleiman, RM. Goembrek, Soewarno, R. Goenawan Mangoenkoesoemo, Mohammad Saleh, dan R. Angka Prodjosoedirdjo. Pemuda-pemuda tersebut bertekad untuk membuat perubahan, yaitu dengan memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsanya melalui pendidikan dasar sistem Barat, dan pengembangan perpustakaan dalam tiga bahasa: Belanda, Jawa dan Malayu.
- Mentor pemuda2 STOVIA tersebut, seorang priyayi menengah senior, yang juga seorang Dokter Jawa, dr Mas Wahidin Soedirohoesodo melihat perlunya pendidikan bagi bangsa Jawa. Ia telah berkelana hampir ke seluruh Jawa untuk mendapat dukungan dari para Bupati, tetapi kurang berhasil. Gagasannya baru mendapat makna yang berarti, ketika ia bertemu dan berinteraksi dengan para pemuda pelajar STOVIA angkatan 1902/03 tersebut di atas.
Permasalahan Internal
- Gagasan dr Wahidin adalah memberikan beasiswa kepada anak muda Jawa yang cerdas dan berkemauan untuk maju. Mereka akan diberi pendidikan dengan sistem Belanda dan dengan pengantar bahasa Belanda. Namun, demikian, ia tetap menginginkan bahwa mereka tetap mempertahankan kepribadian sebagai bangsa Jawa.
- Berbeda dengan dr Wahidin, beberapa pemuda bersikap Liberal. Mereka setuju dengan modernisasi bangsa Jawa, dengan antara lain, mereduksi sikap “hormat” adat bangsa Jawa yang dianggap berlebihan serta melelahkan. Namun mereka kurang setuju, apabila hanya mengandalkan beasiswa saja.
- Dalam Konggres I, R. Tjipto Mangoenkoesoemo, bahkan mengusulkan Boedi Oetomo sebagai partai politik, yang ternyata tidak disepakati oleh mayoritas pada waktu itu.
- Dalam tubuh Boedi Oetomo terdapat dua aliran pendekatan pendidikan yang sama kuat, yaitu mereka yang lebih cenderung untuk memulai pendidikan dari kaum Ningrat (pendidikan dari atas), yang akan diikuti oleh para kawulo yang pada umumnya setia kepada bandoronya, di satu pihak, dan di pihak lain mereka yang cenderung untuk memberikan pendidikan kepada rakyat Jawa (pendidikan dari bawah) secara keseluruhan, bahkan diharapkan berkembang menjadi sarana “Kemajuan bagi Hindia” sebagaimana diserukan dalam seruan Mas Soewarno ke-1 (Juli 1908).
- Pembatasan keanggotaan Boedi Oetomo, untuk sementara, terbatas hanya untuk Jawa dan Madura, disebabkan karena ketidaktahuan Jawa tentang bangsa-bangsa Nusantara lainnya, serta tidak mengenali adat-istiadat dan bahasanya. Mereka kuatir, bahwa perbedaan budaya akan merupakan kendala bagi sebuah harmoni dan persatuan.
- Kondisi tubuh organisasi Boedi Oetomo sendiri bersifat majemuk (pluralistik): kaum muda (pelajar), kaum tua (para Bupati); priyayi menengah, priyayi ningrat, kaum intelektual, kaum tradisional; sikap liberal, sikap konservatif.
Seruan Boedi Oetomo kepada Masyarakat Jawa-Madura
- Mas Soewarno, salah satu pendiri gerakan Boedi Oetomo yang dianggap paling berbakat dalam tulis menulis berbahasa Belanda, menyatakan dalam seruan pertama: “Kemajuan bagi Hindia” (Juli 1908), yang di susul kemudian dengan sebuah seruan ke-2 (September 1908), ditulis menjelang Konggres I (Oktober 1908). Di dalam seruan ke-2 tersebut, mas Soewarno menyatakan harapannya, bahwa gerakan pendidikan yang bermula berlangsung di Jawa dan Madura lambat laun akan merambah ke seluruh Hindia.
- Bahwa, organisasi Boedi Oetomo yang berangkat sebagai organisasi kecil, akan rela berada di bawah organisasi yang lebih besar asalkan sepaham. Untuk itu Boedi Oetomo ingin bekerja sama dengan siapa saja yang sepaham.
- Mohammad Saleh diberi tugas menghubungi para Raden Ajeng dari Jepara, yang jauh sebelum pendirian Boedi Oetomo, sepeninggal RA Kartini (1904), telah mengedarkan “Seruan Jawa Maju” agar diteruskan ke masyarakat secara berantai, yaitu mengutip sebanyak tiga kali surat yang diterima, kemudian mengirimkan kepada segenap handai taulan. Sekedar informasi, semasa hidupnya yang singkat, RA Kartini dalam beberapa suratnya (1903-04) mengaku berkorespondensi dengan pemuda2 pelajar. Tidak dikatakannya siapa mereka itu. Bisa dipahami, karena pada zaman itu, surat menyurat antara pemuda dan pemudi yang bukan kerabat ditabukan. Kartini merasa bangga karena dituakan dengan sebutan “kakak” oleh para pemuda pelajar itu. Dalam salah satu surat tersebut, Kartini mengakui, bahwa mereka sepakat menyebut diri sebagai “jong java” yang bertekad memajukan martabat bangsanya. Bahkan, Kartini mempridiksi akan terjadi revolusi. Perhimpunan mahasiswa, Indische Vereeniging (1911) di Den Haag juga terinsprirasi oleh gagasan politik Harmoni yang dicetuskan Kartini dalam “Door duisternis tot licht,” (Abendanon, 1911), yang diterjemahkan oleh Armeijn Pane sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang.” (1938)
- Deklarasi Boedi Oetomo, antara lain: pendirian sekolah dasar DESA dan sekolah-sekolah bagi anak perempuan. Bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa Belanda. Dengan demikian di harapkan, para intelektual pribumi dapat mendudukkan dirinya setara dengan Bangsa Belanda karena menguasai bahasanya. Dan, dengan menggunakan Bahasa Belanda pula, bangsa Jawa akan meluaskan cakrawala pengetahuannya melalui bacaan yang memuat pelbagai ilmu pengetahuan dan informasi tentang dunia di luar Jawa.
- Para pemuda mengakui, sebagai pelajar, mereka hanyalah pencetus dan penggerak yang sifatnya mengingatkan. Oleh karena itulah, mereka menyerahkan perwujudan dan pelaksanaannya kepada para senior yang dianggap sudah mumpuni. Tetapi, apabila para sesepuh kelak dianggap tidak mampu melaksanakan, apa boleh buat, mereka akan melakukan sendiri di luar kemauan mereka (Mas Soewarno, dalam seruan ke-2, September 1908).
Kesimpulan
Gagasan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah sebuah kesadaran dan pencerahan, bahwa rakyat Jawa bukan sekedar rakyat Hindia yang hidup di atas Tanah Jawa yang di akui oleh Belanda sebagai miliknya, melainkan sebuah bangsa (nasion) (Kartini, 1903), yang memiliki wilayah (Tanah Jawa), bahasa (bahasa Jawa), sejarah (Tarumanegara hingga Majapahit) dan seni (gamelan, tari, batik, ukir, tembang). Fenomena ini mencerminkan sebuah kebangkitan.
Itulah yang terjadi pada bangsa Jawa-Madura, ketika seruan Boedi Oetomo merambah ke seluruh pelosok Desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Boedi Oetomo adalah sebuah kebangkitan. Namun, dalam konteks geopolitik Nusantara, meski terjadi di Jawa oleh bangsa Jawa, bukanlah berarti hanya untuk orang Jawa. Seperti dalam seruan Mas Soewarno: “Kemajuan untuk Hindia” merupakan harapan, bahwa kebangkitan Jawa hendaknya dimaknai sebagai simbol kebangkitan bangsa terjajah, terpuruk, miskin dan tidak cerdas. Oleh karena itu, Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia dapat di maknai sebagai perpanjangan kebangkitan suatu bangsa melalui gerakan Boedi Oetomo (1908). Kerelaan Boedi Oetomo menjadi bagian dari organisasi sepaham yang lebih besar, terwujud kelak dalam Soempah Pemoeda 1928, dimana setiap bangsa di Nusantara mengaku berBangsa satu, Bangsa Indonesia dan berBahasa satu, Bahasa Indonesia. Itulah makna Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dalam konteks Kebangkitan Nasional.
Relevansinya dengan masa kini
- Sudah menjadi rahasia umum, bahwa moralitas Indonesia pada tahun 2008 mencapai titik kulminasi terendah. Korupsi bukan saja telah menjadi bagian dari budaya, tetapi juga telah menjadi bagian dari mata pencaharian untuk mendapatkan tambahan bagi biaya hidup yang semakin membubung ke langit. Bagi yang sudah tercukupi, korupsi merupakan bagian dari kekuasaan. Ironisnya, ada lembaga resmi pemerintah yang bertugas memberantas korupsi, yang namanya KPK (Komite Pemberantasan Korupsi).
- Dalam kurun waktu satu dasawarsa, peringkat Indonesia sebagai Negara yang berhasil berswadaya-pangan telah merosot jauh menjadi negara pengimport bahan-bahan pangan yang sesungguhnya dulu pernah tumbuh subur di negeri sendiri.
- Mengapa Indonesia kini merangkak di antara negara berkembang yang dulu peringkatnya jauh di bawah Indonesia? Padahal, sumberdaya alamnya subur , dan alamnya ramah?
- Dalam segi pendidikan, Indonesia masuk dalam kategori pendidikian tanpa kepribadian. Pendidikan Nasional Indonesia berkiblat kepada pelbagai metode pendidikan mancanegara yang sesungguhnya kurang tepat bagi penduduk negeri ini.
- Kepemimpinan Indonesia jauh dari citra Ksatria Pinandito yang mengayomi masyarakat yang dipimpinnya.
- Pondasi negeri yang pernah diletakkan oleh para pendahulu, Pancasila, UUD 1945, Mukadimmahnya, Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa tidak dipahami sepenuhnya dan kenyataannya telah di acak2 .
- Seratus Tahun Kebangkitan Nasional hendaknya menjadi momen arus balik, dimana semangat dan cita-cita Boedi Oetomo 1908 dalam mewujudkan perbaikan serta pencerdasan kehidupan Bangsa perlu ditegakkan kembali. Indonesia harus Beradab; Indonesia harus bermartabat; Indonesia harus Berbudaya; Indonesia harus Sehat; Indonesia harus Cerdas; Indonesia harus Sejahtera dan Indonesia harus Berwawasan Lingkungan. Tanpa Sapta (tujuh) Rupa (kenyataan/realitas) tersebut, sia-sialah segalanya...Semoga, amin.
Jakarta, 23 Maret 2008
DR Dri Arbaningsih Soeleiman SS. Mphil
GOLKAR Media
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar