GOLKAR Media

Senin, 02 Maret 2009

REFORMASI VERSUS RESTORASI MINDSET

1. Fakta menunjukkan Bangsa Indonesia kehilangan rasa krisis. Bahwa generasi penerus kita dalam kebingungan identitas diri yang berbahaya untuk kelanjutan nation dan character building ke depan. Mereka dapat disebut sebagai lost generation. Satu dasawarsa lalu, gerakan reformasi sempat memberi kesan prospektif.

2. Tetapi dalam kenyataannya, gerakan reformasi tidak mampu membendung Kapitalisme, dan masyarakat semakin masuk dalam perangkap Pasar yang menggilas siapapun yang berani menantangnya tanpa modal memadai. Ternyata, Nasionalisme dan Kapitalisme berada pada dua kubu berbeda. Nasionalisme: meletakkan kepentingan Nasional di belakang kepentingan Pribadi. Kapitalisme: meletakkan kepentingan Modal di atas segalanya, dengan demikian mereduksi nilai kemanusiaan. Istilah Karl Marx: manusia teralienasi dari dirinya sendiri.

3. Sesungguhnya manusia telah membiarkan “the invisible hand” (ketamakan yang ditimbulkan oleh sistem Kapitalisme) merajalela dengan leluasa menguasai hidupnya, tanpa resistent. Padahal, hakikat hidup mengandung seni yang mewujudkan sebuah kebersamaan etis dimana terdapat nilai-nilai keadilan dan perikemanusiaan. Sesungguhnya Bangsa Indonesia membiarkan dirinya dilahap oleh Leviathan Pasar . (Thomas Hobbes)

4. Apakah dengan membiarkan dirinya hidup “ngawur” seperti sekarang ini, Bangsa Indonesia mensyukuri Kemerdekaannya?

5. Masyarakat menilai Partai Golkar terbaik dari yang terburuk. Masyarakat masih menyimpan dalam benaknya memori “murahnya” sandang, pangan dan papan. Reformasi pernah menuntut perubahan. Mereka gagal merumuskannya. Oleh karena itu, tiba saatnya Bangsa Indonesia melakukan Restorasi Indonesia, yakni mengubah mind set, “back to future”. Kembali kepada masa lampau untuk memperbaiki diri ke depan. (rumus Keppner) Ini sebuah solusi. Reformasi secara kelembagaan telah gagal, tetapi restorasi dalam mindset/benak setiap warga yang sadar dan punya komitmen serta kepedulian terhadap perbaikan serta perubahan yang mendasar untuk Bangsa dan Negara ini, siapa tahu?,

6. Dimana letak kekeliruan mindset manusia Indonesia? Menurut hemat saya, letaknya pada kekeliruan menerapkan jatidiri manusia: cipto, roso, karso yang tidak seimbang, yaitu meninggalkan “roso”. Seyogyanya dalam hidup keseharian, manusia menyertakan roso, dalam wujud seni hidup di pelbagai bidang kehidupan, misalnya seni hidup, seni bicara, seni memimpin, seni berkarya, dstnya, siapa tahu?

7. Restorasi mindset para pakar sistem Perekonomian di Indonesia yang mengadopsi “roso”, akan menjinakkan Leviathan Pasar, tunduk pada kesejahteraan rakyat bukan hanya pada das Kapital.

8. Ada pesan dari Al Qur’an, bahwa manusia itu wajib saling mengingatkan.

Jakarta, 12 Juni 2008

DR Dri Arbaningsih SS. Mphil
Kastrat Sub Bid Sos-Bud BAPPILU PUSAT/
Sub Bidang Infrastrukur LITBANG PUSAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar