PENGANTAR
• Semenjak 1945, para wanita pejuang emansipasi di Barat (Inggris) memperjuangkan hak suara dalam konstitusi, kemudian berkembang ke hak memilih dan dipilih, lalu bermuara pada kesetaraan jender antara manusia jenis perempuan dan laki2.
• Di pelbagai tempat, gerakan ini mendapat sambutan luar biasa, khususnya dari komunitas yang para wanitanya sangat tertindas, misalnya di India, Cina, dan Afrika.
• Bagaimana di Indonesia?
WANITA di mata bangsa2 NUSANTARA dan Bangsa INDONESIA
• Dari kosa kata yang terdapat dalam bahasa Melayu, sebagai induk bahasa Indonesia, banyak terdapat kata2 yang mengunggulkan jenis manusia jenis perempuan: ibukota, ibu jari, nenek moyang, induk semang dan lainnya.
• Dalam adat istiadat kekerabatan bangsa2 Nusantara, semenjak dahulu kala, jenis perempuan ini menduduki posisi yang unik, misalnya “konco wingking”, “swarga nunut, neraka katut” (Jawa). Dalam beberapa budaya etnis, kedudukan perempuan sangat di hormati, misalnya pada sistem matriarkat di Minangkabau. Pada budaya Jawa aristokrat, seorang Wedana diangkat menjadi Bupati bila beristri seorang wanita bangsawan.
• Tercatat dalam sejarah pra kolonial, beberapa kerajaan Hindu dan Islam di pelbagai pulau di arkipelago Nusantara dipimpin oleh raja perempuan.
• Begitu pula dalam perjuangan fisik anti penjajahan Belanda, terdapat beberapa pejuang perempuan, mis.Tjut Njak Dien.
• Karena pengaruh arus feminisme dari Luar/ Barat, para wanita Indonesia tampaknya kehilangan orientasi dalam konteks budaya lokal dan tradisional. Arus globalisasi membentuk budaya Mall.
LATAR BELAKANG PERJUANGAN KARTINI
• Semenjak tamat sekolah dasar ELS (eerste laagere school) di Jepara, dan tidak diperkenankan melanjutkan ke HBS (SLA), Kartini mulai menghabiskan waktunya dengan membaca. Kegiatan yang dilakukan terus menerus tersebut, membuka cakrawala pengetahuan di pelbagai bidang kehidupan, yang menjadikan Kartini sebagai yang dikenal sekarang: pendekar dan pejuang emansipasi wanita serta pahlawan perintis Kemerdekaan (1964).
• Apa dasar rujukan Presiden I Republik Indonesia untuk menjadikannya Pahlawan Perintis Kemerdekaan?
• Sayang sekali, perjuangan Kartini tidak sepenuhnya dipahami dan dicatat dalam sejarah Bangsa Indonesia dengan tepat dan benar. Hampir semua buku tentang Kartini mengemukakan perjuangannya dari sudut pandang feminis saja. Sangat kurang dari sisi perjuangan politik mencerdaskan kehidupan bangsa.
PUNCAK-PUNCAK KARYA PIKIR KARTINI
• Ketika dilarang menulis cerita pendek di pelbagai majalah berbahasa Belanda (kegiatan yang dianggap kurang patut bagi gadis bangsawan ketika itu), Kartini melakukan korespondensi dengan beberapa teman Bangsa Belanda (1899-1904). Melalui surat menyurat itu, Kartini bertukar pikiran dengan mereka dalam bahasa Belanda yang sempurna
• Semua gagasan dan pikiran tentang feodalisme yang sangat mempengaruhi sikap kaum Ningrat Jawa; tentang perlunya membuang adat istiadat yang menghambat kemajuan serta memasung wanita; tentang Dunia Baru yang berkeadilan dan berperikemanusiaan; tentang kesetaraan Jawa dengan Belanda secara kultural; tentang agama2 yang berakibat kepada pemisahan sesama manusia; tentang pentingnya pendidikan bagi bangsa Jawa; tentang konsep anak didik sebagai subyek pendidikan
• Puncak karya pikir Kartini tertuang pada sebuah NOTA yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan Seberang Lautan Kerajaan Belanda, yang intinya adalah meminta kepada Kerajaan Belanda untuk memberikan pendidikan bagi bangsa Jawa, dimulai dari pendidikan bagi para bangsawan, dan para wanita bangsawan. Ia juga menghimbau didirikan selain sekolah kepandaian puteri, juga sekolah bagi para pamogpraja dan jaksa Bumiputera serta menyarankan agar obat-obatan tradisional diperkenalkan oleh para doker Jawa
• Kartini sendiri, sangat terlibat pada usaha para Pengrajin ukiran Jepara. Bukan saja ia mencarikan pangsa Pasar, tetapi juga memberikan penyuluhan bentuk ukiran itu sendiri kepada para Pengrajin. Kartini juga seorang Pembatik, Pelukis dan ahli masak yang handal. Hasil karya batiknya sempat dipamerkan di Kerajaan Belanda yang dihadiri dan dikagumi oleh Ratu Wilhelmina
INTI GAGASAN KARTINI
• Bahwa wanita perlu mandiri: mampu berdiri sendiri dan mampu mencari nafkah sendiri
• Bahwa seorang Ibu adalah sumber peradaban dan pendidik manusia pertama
• Bahwa apabila Ibu bodoh, maka bodohlah masyarakat, sementara para calon pemimpin adalah produk masyarakatnya
• Rakyat Hindia Belanda adalah sebuah nasion (bangsa). Untuk pertama kali, dalam suratnya kepada seorang pelajar STOVIA, bahwa mereka adalah JONG JAVA (bangsa Jawa) yang berkewajiban mencerdaskan rakyat yang miskin dan bodoh agar mampu setara dengan Belanda
• Anak didik merupakan subyek pendidikan yang harus diperlakukan menurut kodrat dan alamnya. Untuk lebih efektif, perlu menggunakan asrama sebagai sarana pendidikan
• Seorang Raden Ayu bukanlah mahluk yang tidak berdaya, justru sebaliknya, ia adalah mitra suami dan ibu dari semua anak yang dilahirkan di dalam nDalem Kabupaten
Reaksi serta tanggapan umum
• Mengapa Kartini? Banyak nama lain, seperti Cut Nya’ Din, Dewi Sartika, Maria Tiahahu dan sebagainya
• Bukankah Kartini mengkhianati prinsipnya sendiri dalam perkawinannya dengan Bupati Rembang yang melaksana poligami?
• Surat-surat Kartini merupakan sebuah keluh kesah seseorang yang mengalami tekanan batin
• Mengapa hari ulang tahun Kartini perlu diperingati secara Nasional?
MEMAHAMI KARTINI DALAM KONTEKS
• Pemeo yang paling paling sering diungkapkan bagi mereka yang kurang memahami posisi wanita di dalam masyarakat adalah “perempuan didomestikasikan oleh budaya patriarki”
• Akibatnya, citra wanita hanyalah seorang “konco wingking” dari seorang kepala keluarga
• Rasionalisasi Kartini dalam hal ini, dibuktikan dengan sikapnya yang radikal ketika menerima pinangan Bupati Rembang yang sudah punya anak 6 orang, bahwa
1. posisi Raden Ayu mempermudah terselenggaranya pendidikan ketrampilan anak perempuan dalam hal menjahit, memasak, menulis dan membaca serta lebih mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk dititipi anak perempuan mereka ;
2. seorang Raden Ayu adalah mitra suaminya;
3. kodrat wanita adalah ibu pendidik pertama manusia dan sumber peradaban
Memahami Kartini
• Kartini mengubah posisi Raden Ayu dari konco wingking yang pasif menjadi aktif. Wanita adalah pejuan garis belakang (wingking), yang menyiapkan segala keperluan anggota keluarga agar sehat, sejahtera, aman, sentosa dalam Rumah (home bukan house) yang terselenggara dan terkelola dengan baik berkat ketrampilan Ibu menjahit, memasak, menulis dan membaca.
• Sebagai sesama manusia dalam posisi sesama subyek sosial, wanita adalah mitra suaminya dalam membina keluarga sakinah. Hanya dari keluarga yang sehat, terwujud masyarakat yang sehat dan pemimpin yang sehat jasmanai rohani.
• Tidak ada yang mampu menggantikan air susu ibu dan rahimnya, tempat terjadinya proses keajaiban alam: asal muasal manusia. Alam telah menetapkan, kodrat wanita adalah ibu.
• “Ibu” bukanlah korban sebuah domestikasi, melainkan sebuah kemuliaan yang diberikan kepada manusia, jenis perempuan, yang sekaligus merupakan amanah, yang harus diselenggarakan sebaik-baiknya
• “Ibu” tidak pilih kasih, karena melalui dirinyalah benih roso dan cinta kasih seharusnya menebar ke seluruh penjuru melalui anak-anak yang dibesarkannya. Baik anak kandung, maupun anak tiri
Akhirul Kata
• Semenjak buku “HABIS GELAP, TERBITLAH TERANG” (1911) diterbitkan oleh Mr Abendanon, Kartini diberi label pejuang emansipasi perempuan sampai sekarang
• Tanpa kesepakatan dengan para pelajar STOVIA bahwa sesungguhnya mereka adalah JONG JAVA, yang berkewajiban moral mencerdaskan kehidupan bangsa, barangkali tidak akan pernah ada Boedi Oetomo (1908); Sarekat Islam (1911), Perhimpunan Indonesia (1922), Soempah Pemoeda (1928), Partai2 dan pelbagai Organisasi pemuda dan pemudi, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) dan Deklarasi Djuanda (1982) tentang batas wilayah laut Nusantara
• Tepatlah kalau secara makro, Kartini disebut sebagai Pejuang Perintis Kemerdekaan dan Emansipasi Bangsa dimana di dalamnya terdapat Emansipasi Wanita, tetapi secara mikro ia adalah pejuang konco wingking dan pendekar idealisme ibu
Jogyakarta, April 2008
DR Dri Arbaningsih SS MPhil
GOLKAR Media
Senin, 02 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar