Senin, 02 Maret 2009

BELA NEGARA DARI SISI SOSIAL-BUDAYA (3), Sebuah Pengantar

Pasca Kebangkitan Nasional
100 tahun kebangkitan nasionalisme bangsa-bangsa di Indonesia ditandai dengan kemunduran sikap dan mentalitas warga Bangsa Indonesia. 63 tahun setelah Kemerdekaan, hampir tidak ada prestasi mencolok yang diraih di hampir segala bidang.
Secara umum situasi sosial budaya Bangsa Indonesia mengalami distorsi sebagai konsekuensi dan kemajuan informasi dan teknologi canggih yang membuka pintu cakrawala komunikasi yang luas dan mendunia, tanpa dibarengi dengan disiplin dan pengetahuan yang memadai, mempengaruhi pandangan hidup masyarakat Bangsa Indonesia. Akibatnya terjadilah kemunduran moralitas yang semakin menjauhkan dari kehidupan yang. berkeadilan sosial; angka pengangguran serta kemiskinan meningkat, pembunuhan secara keji bermunculan.
Berdasarkan fenomena di atas, terjelaskanlah, bahwa sesungguhnya, maksud dan tujuan Kemerdekaan belum dipahami. Kenyataan menunjukkan pula, bahwa Kemerdekaan secara politis belum menghantarkan Bangsa Indonesia kepada Bangsa yang mampu menentukan nasib sendiri, bebas dari ketergantungan; Kemiskinan belum memerdekakan Bangsa Indonesia dalam arti ekonomis; Kebodohan belum memerdekakan Bangsa Indonesia secara kultural; Kemerdekaan secara mendasar belum memampukan Bangsa Indonesia memahami aspirasi Tanah-Air, Bangsa dan Negara.
Apa yang patut dan bisa ditawarkan kepada Bangsa Indonesia agar tidak mengalami krisis kesadaran bela negara yang berkepanjangan?

Wawasan Bela Negara (Solidaritas Nasional)
Sebuah Bangsa besar seperti Bangsa Indonesia perlu memiliki sebuah wawasan yang akan menjadi panduan sikap setiap anak bangsa. Wawasan tersebut adalah yang berkenaan dengan perilaku yang tanggap terhadap permasalahan bangsa dan negara; yang berkenaan dengan cinta tanah air; yang mengenal ideologi negaranya; yang memiliki komitmen terhadap apa yang menjadi kewajibannya dalam segala bidang yang ditekuni, serta yang membela kebenaran dan memperjuangkan keadilan sosial. Wawasan tersebut sesungguhnya adalah Wawasan Bela Negara yang tujuannya mengingatkan, bahwa setiap warga dituntut memenuhi janji Proklamasi, yaitu merebut Kemerdekaan: Jembatan Emas yang akan menghantarkan Bangsa Indonesia ke pada kehidupan yang lebih baik, yang berkeadilan, berperi kemanusiaan serta yang membawa keamanan serta kesejahteraan bagi rakyatnya tanpa kecuali.

Bela Negara dari sisi Sosial-Budaya (Ketahanan Budaya)
Pengertian Bela Negara secara totalitas mempunyai mempunyai banyak sisi atau multi faset: cinta tanah-air, nasionalisme tinggi, rela berkorban demi terselenggaranya kehidupan bersama yang aman, adil dan sejahtera, pembinaan watak Ksatria, dan seterusnya. Adapun Bela Negara dari sisi Sosial Budaya secara spesifik adalah mencintai tanah-air dalam sikap yang terbungkus oleh nilai-nilai tekad dan komitmen serta didasari oleh cara pandang (mindset) yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. Komitmen yang merupakan sendi ketahanan budaya adalah modal dasar bagi kekuatan sebuah Bangsa dan Negara, yang pada gilirannya akan menjadi landasan kuat bagi terwujudnya ketahanan pangan, ketahanan berbangsa dan bernegara, ketahanan moral, mentalitas bangsa, dan akhirnya akan mewujudkan ketahanan nasional.

Strategi Pemenangan Pemilu
Masyarakat Indonesia yang sudah mengalami beberapa kali penggantian Pemerintahan, tidak mampu lagi mentoleransi janji palsu, angin sorga yang didengung-dengungkan pada musim kampanye pra Pemilu dan lenyap tanpa bekas pada masa pasca Pemilu. Rakyat ingin perubahan nyata. Mereka tidak peduli siapa yang akan memimpin dalam kurun waktu lima tahun mendatang, kecuali pemimpin yang cinta rakyat dan penyelenggara Negara yang dapat dipercaya. Ada tiga hal yang dapat ditawarkan kepada masyarakat:
1. Manusia harus dijadikan modal utama bagi penyelenggaraan Negara, karenanya harus mendapat perlakuan serta perlindungan yang semestinya, yaitu dengan memberikan pendidikan, ketrampilan serta pelatihan yang berkualitas (agar mudah mendapat pekerjaan atau berwiraswasta), layanan kesehatan yang baik, penyediaan perumahan rakyat yang layak serta jaminan masa hari tua.
2. Kehidupan perdesaan yang aman dan sejahtera, dengan membangun kehidupan DESA yang self propelling melalui usaha pembangunan desa (community development) dan pembangunan ekonomi sistem terpadu (koperatif) melalui pembentukan Balai Sentra di setiap Kecamatan
3. Bangsa dan Negara Republik Indonesia didukung oleh komunitas KOTA dan DESA. Kedua wilayah pemukiman harus diselenggarkan sebaik-baiknya dalam suasana berkeadilan sosial. KOTA dan DESA harus merupakan tempat pilihan hidup yang sama kualitasnya. Keduanya beda karena gaya hidup, bukan karena yang satu miskin, yang lain sejahtera; yang satu aman, yang lain tidak.

Buku saku POKKAR perlu segera diterbitkan agar dapat dijadikan bekal untuk kampanye.

Target Legislatif dan Presiden
Dari sejumlah PILKADA yang berlangsung, tampak bahwa masyarakat menghendaki pemimpin yang dekat dengan mereka. Rakyat menjauhi calon pemimpin yang hanya bela diri sendiri, dan mereka tahu siapa calon pemimpin yang sejati dan siapa yang palsu. Oleh karena itu, sangat diharapkan bahwa setiap capres dan caleg menyadari akan hal itu. Sebaliknya, para pihak yang mempunyai kewenangan dalam pemilihan dan penempatan para calon caleg, perlu menggunakan hati nuraninya dalam porsi yang melebihi porsi kesetiakawanan, rikuh, ewuh-pakewuh ataupun rasa sungkan. Dalam definisi Bela Negara dari sisi Sosial-Budaya, posisi dan sikap para politisi menjadi pertaruhan setiap partai dan dampaknya akan dirasakan oleh seluruh Bangsa dan Negara. Betapa tidak, kekeliruan dalam menetapkan caleg dan capres akan menjadi malapetaka bagi seluruh Bangsa. Memiliki bursa negarawan merupakan jalan terbaik, karena setiap partai mempunyai waktu untuk mengobservasi setiap negarawan yang terdaftar dan dapat disampaikan kepada masyarakat secara terbuka, bahkan dapat meminta feed back pula. Rakyat akan mempunyai harapan ke depan karena melihat calon2 pemimpin yang layak memimpin. Rakyat akan merasa aman dan rela diatur oleh penguasa yang bijak, jujur, berpengetahuan luas, berpendidikan tinggi. Berkoalisi atau tidak merupakan strategi berikutnya.


Jakarta, 28 Agustus 2008,
DR Dri Arbaningsih SS. Mphil
Wk Ketua II Bidang Kastrat Sub Bid Sosial Budaya BAPPILU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar